The Sinners : Chapter IX - It’s Just Love

At 6:00 PM

Credit To : Mina Cheyo


“a..apa..ayah...APA YANG KAU LAKUKAN PADA AYAHKU!”

Lunia bangkit memberontak dalam kegemparan. Kedua tangannya berusaha menggapai Luxuria yang berdiri tenang dihadapannya. Sayang, pemberontakannya tak berarti di hadapan Luxuria. Dengan mudah Luxuria menangkap kedua tangannya, membuatnya tak berdaya.

“Apa maksudmu? Bukankah dia orang yang sangat kau cintai?” Luxuria kembali tersenyum manis dan berbisik “Aku menyelamatkannya…”

“Menyelamatkannya?” Lunia menolehkan pandangannya menyadari para pendosa yang lain berjalan mendekati ayahnya yang sedang meregang nyawa.

“Ahh…” Raut kecewa tergambar jelas diwajah pria yang dikeningnya bertuliskan dosa GREED, Avartia “Luxuria, apa yang sudah kau lakukan? Kau merusaknya! Padahal aku masih ingin bermain-main dengannya”

Gula memainkan jarinya dalam ketidaksabaran “Jadi, apa kita sudah bisa menyantapnya? Kau tahu, aku sangat lapar”

Tulisan di kening Avartia semakin berkerut “Dengar, dia sudah menjadi bangkai dan aku tak mau menyantap seonggok bangkai!”

Tubuh Lunia bergetar dalam kegemparan.

Menyantapnya? Seonggok bangkai?

Luxuria menariknya mendekat. Dengan senyum mautnya, ia kembali berbisik “Kau ingat dimana ibumu? Apa kau mengerti sekarang? Aku hanya menunjukkan cintaku padamu…”

“Kalian benar-benar iblis” Lunia menggeram dalam kebencian

“Terimakasih atas sanjungannya” Luxuria membungkukkan tubuhnya sejenak “Tapi, bukankah manusia jauh lebih menakutkan daripada kami? Kekejian yang lahir dari cinta. Cinta kepada keluarganya. Cinta kepada anaknya. Cinta kepada hartanya. Cinta kepada keyakinannya. Cinta kepada kekasihnya dan cinta kepada diri sendiri. Manusia rela melakukan segalanya demi apa yang ia cintai. Bahkan hal-hal yang lebih keji dan lebih kotor dari apa yang kami lakukan. Bukankah ini indah? Kami hanyalah perwujudan dari hasrat tergelap manusia. Tidakkah kau mengerti? Bukankah kau sudah menjadi salah satu korbannya? Kalianlah iblis yang sebenarnya…”

Luxuria melepaskan genggamannya pada lengan Lunia. Lunia tertegun. Ia teringat semua perlakuan baik para penduduk kepadanya sebelum semua musibah ini terjadi. Kemudian ia teringat tatapan semua orang yang mengantarnya ke gunung. Semua tatapan itu. Tatapan kelegaan. Kepuasan karena mereka tidak harus menjadi korbannya. Bahkan ayahnya saat itu.

“Ini tidak masalah kan. Dia baru saja mati. Jadi dagingnya masih segar dan jiwanya belum benar-benar musnah..” Gula berusaha menahan liurnya agar tak menetes.

“Tidak bisa! Luxuria! Kau harus bertanggung jawab terhadap ini!” Avartia kembali berang melihat senyuman tanpa dosa Luxuria “Serahkan saja mainanmu itu sebagai gantinya”

Luxuria kembali tersenyum “Ah, kalau hal itu tentu takkan kubiarkan. Lagipula apa harus kukatakan, dia bukan mainanku.”

“Sudah hentikan! Gula benar, jiwa orang ini masih ada dalam tubuhnya..” Superbia berusaha menenangkan keadaan yang semakin memanas.

Ira menatap Luxuria geram “Sebaiknya kau tidak melupakan kejadian hari ini!”

“Tentu saja” Sahut Luxuria dengan tatapan lembutnya

“Cukup semuanya!” Ira mengetukkan tombaknya ke lantai menimbulkan suara bising yang memekakkan telinga. Keadaan menjadi hening setelahnya “Bukankah kita masih memiliki persediaan kita? Untuk hari ini, kita dapat memilih salah satu dari mereka saja sebagai gantinya. Setelah itu barulah kita akan memikirkan hukuman yang pantas untuk para manusia yang hina itu.”

“Lagi-lagi aku harus setuju denganmu Ira” Luxuria kembali tersenyum, ia menatap Lunia dengan pandangan licik “Lagipula, aku tahu, santapan yang lezat”


NEXT SATURDAY ON THE SINNERS : IN DIFFERENT KIND

CERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
CERITA SELANJUTNYA
Next Post »
Komentar Menggunakan Akun Facebook
0 Komentar Menggunakan Akun Blogger

Berkomentarlah Yang Baik dan Sesuai Dengan Artikel :) dan Jika Ingin Menyisipkan Emotikon Pada Komentar, silahkan Klik Tombol EmoticonEmoticon